MAKALAH FISIOLOGI HEWAN
“PENGARUH EKSTRAK BENALU
MANGGA (Dendrophthoe pentandra) TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN HISTOPATOLOGI
GINJAL HEWAN HIPERKOLESTEROLMIA”
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata
Kuliah Fisiologi Hewan
Dosen:
Yuyun
Maryuningsih, S.Si, M.Pd
Disusun oleh:
Nama :
Diah Nurul Utami
NIM :
14111610011
Kelas : T. IPA-Biologi C/VI
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan baik nikmat
Islam, Ihsan, maupun Iman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak
tertinggal pula semoga shalawat serta salam selalu tercerahkan pada junjungan
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita semua selaku umatnya yang
berharap mendapatkan syafaat dari beliau diyaumul kiamah nanti.
Makalah
ini dibuat sebagai salah satu tugas yang harus dipenuhi
untuk mata kuliah Fisiologi Hewan, dan
kami mengambil bahasan yang disajikan dalam makalah ini adalah tentang “Pengaruh Ekstrak Benalu Mangga (Dendrophthoe
pentandra) Terhadap Kadar Albumin dan Histopatologi Ginjal Hewan
Hiperkolesterolmia”.
Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dosen
maupun rekan-rekan. Saya berharap makalah ini dapat memenuhi tugas
mandiri kami, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bisa
mengembangkan pengetahuan kita tentang Fisiologi Hewan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Cirebon,
17 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang........................................................................................... 1
b.
Rumusan Masalah...................................................................................... 2
c.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
a.
Sindrom Nefrotik....................................................................................... 3
b.
Hiperkolesterolmia..................................................................................... 5
c.
Kadar Albumin dalam Plasma Darah........................................................ 6
d.
Histopatologi Ginjal................................................................................... 8
e.
Mekanisme Perbaikan Histopatologi Ginjal Dengan Terapi
Ekstrak
Benalu Mangga.......................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
a.
Kesimpulan................................................................................................ 13
b.
Saran.......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kerusakan
jaringan tubuh menyebabkan menurunnya fungsi fisiologis jaringan tersebut
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan. Tak hanya manusia, hewan pun dapat
mengalami gangguan kesehatan akibat kerusakan jaringan tubuh tersebut. Ginjal
misalnya, dapat mengalami sindrom nefrotik akibat hiperkole-sterolmia. Penyakit
hiperkolesterolmia dipengaruhi karena pola makan yang tidak sehat serta
kurangnya beraktivitas. Selain mempengaruhi histopatologi ginjal,
hiperkolesterol-mia dapat mempengaruhi kadar albumin yang terlarut dalam plasma
darah.
Namun, semua
penyakit memiliki penangkalnya masing-masing. Untuk hiperkolesterolmia, benalu
mangga (Dendrophthoe pentandra) adalah solusi untuk mencegah sekaligus
mampu menyembuhkannya. Setelah diujikan pada hewan model tikus (Rattus
norvegicus) yang dikondisikan hiperkolesterolmia disertai kadar LDL yang
tinggi, benalu mangga terbukti ampuh untuk menurunkan LDL serta
hiperkolesterolmia sekaligus memperbaiki jaringan ginjal yang rusak akibat
penyakit tersebut, (Pramudanti, 2012).
Hasil penemuan
tersebut kemudian diterapkan pada bidang kesehatan dengan objek lebih luas,
yakni berbagai macam hewan mammalia dan manusia. Tak berbeda jauh dari objek
tikus, pada hewan dan manusia terapi hiperkolesterolmia dengan menggunakan
ekstrak benalu mangga menunjukkan peningkatan kadar albumin, menurunkan LDL,
menurunkan kadar kolesterol, dan memperbaiki jaringan ginjal yang rusak
terutama bagian glomerulus.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, pemakalah tertarik untuk membahas tentang kandungan
benalu mengga yang dapat meningkatkan fisiologi ginjal dan kadar albumin hewan
yang telah terkena hiperkolesterolmia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan masalah
dari makalah ini antara lain sebagai berikut.
1.
Apakah sindrom
nefrotik?
2.
Bagaimana hiperkolesterolmia
mempengaruhi fungsi glomerulus?
3.
Bagaimana
histopatologi ginjal yang mengidap hiperkolesterolmia?
4.
Bagaimana
kadar albumin darah yang terkena sindrom nefrotik?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan
dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui
sindrom nefrotik dan penyebabnya.
2.
Mengetahui
pengaruh hiperkolesterolmia terhadap fungsi glomerulus.
3.
Mengetahui
histopatologi ginjal pengidap hiperkolesterolmia.
4.
Mengetahui
kadar albumin darah pengidap sindrom nefrotik.
5.
Mengetahui
mekanisme perbaikan histopatologi ginjal oleh zat-zat kimia yang terkandung
dalam benalu mangga.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SINDROM
NEFROTIK
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan
ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein
terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi
protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan
akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein
hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin
serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara
fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/osmotic
intra-vaskuler yang memungkinkan cairan me-nembus ke ruang intertisial, hal ini
disebab-kan oleh karena hipoalbuminemia. Keluar-nya cairan keruang intertisial
menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Husein, 2002 : 384).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah
arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya
tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system renin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan
pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang
merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone
anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini
mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang
natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein, 2002: 383).
Stimulasi renin-angio-tensin,
aktivasi aldosteron dan ADH akan meng-aktifasi terjadinya hipertensi. Pada
sindrom nefrotik kadar koleste-rol, trigliserida, dan lipoprotein serum
meningkat yang disebabkan oleh hipo-proteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun
karena penurunan kadar lipo-protein lipase plasma yang menyebab-kan
arteriosclerosis. (Husein, 2002: 383)
Sindrom Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri
masif lebih dari 3,5 gr/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam
praktek, cukup > 3,0-3,5 gr/24
jam) disertai hipoalbuminemia kurang dari 3,0 gr/ml. Pada SN didapatkan pula
lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida,
serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemia,
(Wikipedia.com).
Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus
sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang
Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar
dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus
eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih
pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya
herediter) dan mempunyai prognosis buruk, (Lamenapa, 2005).
B.
HIPERKOLESTEROLMIA
Pola makan yang
tidak seimbang dan asupan makanan yang tinggi kolesterol dapat menyebabkan
hiperkolesterolmia, yaitu kondisi dimana kolesterol dalam darah melebihi batas
normal. Produk makanan tersebut misalnya pada daging, kuning telur, dan jeroan.
Kolesterol dalam
batas normal diperlukan untuk perkembangan sel-sel saraf (neuron) terutama pada
balita dan anak-anak. Namun, jika kadarnya terlalu tinggi (biasa terjadi pada
orang dewasa) dapat menyebabkan hiperkolesterolmia yang berkembang menjadi
aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah terutama arteri. Penyempitan ini
dapat terjadi terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata, (Lamenapa, 2005).
Khusus untuk
organ ginjal, penyempitan pembuluh darah arteri yang terdapat pada ginjal
menyebabkan kerusakan pada endotel glomerulus. Ginjal merupakan organ yang
berfungsi menyaring darah sehingga dilewati darah dari jantung sebanyak 25%. Darah
tersebut akan diterima oleh sekumpulan sel yang memiliki struktur dan fisiologi
yang sama dalam ginjal, disebut nefron. Bagian nefron yang menerima darah untuk
difiltrasi adalah glomerulus. Sehingga resiko hiperkolesterolmia terhadap
ginjal adalah kerusakan di bagian endotel kapiler glomerulus. Akibatnya,
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga albumin dapat
keluar membran glomerulus dan kadar albumin dalam darah menurun atau disebut
hipoalbuminemia, (Mann, 2008).
Kasus
hiperkolesterolmia yang disertai hipoalbuminemia menyerang hewan terutama hewan
peliharaan karnivora mencapai 30%, dengan 12%-nya mengidap hipoalbuminemia
akut. Berbagai upaya dilakukan dalam pengobatannya, mulai dari sederhana hingga
begitu kompleks menggunakan peralatan canggih. Salah satu pengobatan alternatif
yaitu menggunakan bahan-bahan alami seperti benalu mangga (Dendrophthoe
pentandra). Kandungan dalam benalu mangga yaitu flavonoid, tanin, asam
amino, karbohidrat, alkaloid, kuersetin, dan saponin. Keadaan hiperkolesterol
menyebabkan penumpukan lemak berlebih yang akan meningkatkan kadar kolesterol. Lemak
dan kolesterol yang berlebih, mengakibatkan cylomicron diubah ke dalam bentuk LDL
oleh enzim lipopro-teinlipase. (Pramudinta, 2012).
Keadaan hiperkolesterolemia pada hewan terjadi jika kadar kolesterol
total dalam darah melebihi normal. Tikus memiliki kadar kolesterol total normal
dengan nilai 10-54mg/dl. Hiperkolesterolemia juga menyebabkan kadar HDL dalam darah menurun.
Kadar kolesterol HDL plasma darah tikus yang normal yaitu ≥35 mg/dL Ambang
batas normal LDL pada tikus adalah 7-27,2 mg/dl, (Riesanti, 2010).
Penyakit
hipoalbuminemia selalu diiringi dengan albuminuria, atau keabnormalan urin
karena mengandung protein. Dikenal pula sebagai penyakit ‘ginjal bocor’. Penyakit ginjal bocor ini paling
sering ditemui pada anak-anak atau balita yang mengalami kelainan pada fungsi
organ ginjal, namun pada orang dewasa pun seringkali terjadi. Gejala utama
sindrom nefrotik atau ginjal bocor ini ada empat yaitu keluarnya protein
melalui urin, kekurangan kadar albumin, tubuh bengkak (edema), dan meningkatnya
kadar kolesterol. Teknologi kedokteran untuk mengatasi ginjal bocor yaitu
dengan haemodialisis atau cuci darah.
C.
KADAR
ALBUMIN DALAM PLASMA DARAH
Penurunan kadar albumin akibat
hiperkolesterolmia dapat meningkatkan oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein)
dalam darah yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler glomerulus.
Kerusakan endotel mengakibatkan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
sehingga albumin dalam plasma darah yang difiltrasi akan keluar dari kapiler
dan masuk ke dalam ekskresi urin, menyebabkan kadar albumin dalam darah menurun.
Dalam keadaan
normal, endotel dapat memfiltrasi molekul kecil sedangkan molekul besar tidak
terfiltrasi sehingga tetap berada di dalam darah. Pada manusia, albumin diproduksi oleh retikulum
endoplasma di dalam hati dalam bentuk proalbumin, kemudian ditransformasi oleh badan Golgi untuk disekresi memenuhi sekitar 60% jumlah serum darah dengan konsentrasi antara 30 hingga 50 g/L dengan waktu paruh sekitar 20 hari. Albumin memiliki berat molekul sekitar 65 kD dan terdiri dari 584 asam amino tanpa karbohidrat. Gen untuk albumin terletak pada kromosom 4, dengan panjang sekitar 16.961 nukleotida dengan 15 ekson yang terbagi ke dalam 3 domain simetris,
sehingga diperkirakan merupakan triplikasi dari domain primordial yang tunggal. Tiap
domain terbagi lagi menjadi masing-masing 2 sub-domain, (Riesanti, 2010).
Fungsi dari
albumin yaitu untuk memelihara tekanan onkotik. Tekanan onkotik yang ditimbulkan oleh albumin akan memelihara fungsi ginjal dan mengurangi edema pada saluran pencernaan, dan dimanfaatkan dengan metode hemodilusi untuk menangani penderita serangan stroke akut. Mendukung hormon tiroid dan hormon lain khususnya yang dapat larut
dalam lemak. Mentransportasi asam lemak menuju hati dan obat-obatan dan memperpendek waktu paruh obat tersebut. Membawa bilirubin, mengikat ion Ca2+, dan sebagai larutan penyangga (wikipedia.com).
Sebagai protein radang fase akut negatif. Konsentrasi
albumin akan menurun sebagai pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi, namun bukan berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan kekurangan nutrisi. Semakin turunnya kadar albumin darah (hipoalbuminemia) disebabkan oleh
kehilangan sejumlah protein tubuh melalui urine (proteinuria) dan usus (protein
loosing enteropathy), katabolisma albumin, pemasukan protein yang kurang kerana
nafsu makan yang menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal
ginjal. Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan
terjadi hipoproteinemi.
Konsentrasi
albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan
kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik, hipoalbuminemia
disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik
plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak
berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat
meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong
peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbu-minemia dapat pula terjadi
akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
D.
HISTOPATOLOGI
GINJAL HEWAN HIPERKOLESTEROLMIA
Gambaran ginjal
hiperkolesterolmia dapat dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran
400x. Perubahan yang terjadi pada organ ginjal yaitu infiltrasi sel glomerulus radang,
pendarahan pada glomerulus ginjal, dan edema pada tubulus ginjal. Sedangkan
ginjal normal terdiri dari dua komponen utama yang terlihat di bawah mikroskop,
yaitu glomerulus dan tubulus ditandai dengan tidak ditemukannya sel-sel
inflamasi, pendarahan, tidak adanya proliferasi sel maupun edema tubulus.
Gambar 4: Penampang histopatologi ginjal model tikus (Rattus norvegicus)
Keterangan: (a) Normal; (b) Hiperkolesterolmia: sel inflamasi, edema dan
pendarahan; (c) Terapi ekstrak benalu mangga 400 mg/kg BB: edema, sel inflamasi
hilang, pendarahan berkurang; (d) Terapi ekstrak benalu mangga dosis 800 mg/kg
BB: edema dan sel inflamasi hilang, pendarahan berkurang;
(G) Glomerulus; (T) Tubulus; (à) Sel inflamasi; (à) Pendarahan; (à) Edema.
Sumber: Pramudinta, (2012)
Sel-sel
glomerulus mengalami inflamasi terjadi karena reaksi inflamasi pada kapiler
glomerulus ginjal yaitu Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1) sebagai
mediator inflamasi untuk menarik monosit menuju ke bagian ginjal yang rusak.
Hal ini menyebabkan sel darah putih terutama monosit dan limfosit sebagai agen
pertahanan tubuh masuk ke dinding pembuluh darah, (Anonim, 2012).
Oksidasi LDL berbahaya bagi endotel glomerulus
karena akan merangsang penge-luaran molekul adhesi dan zat kemoatraktan
sehingga menyebabkan disfungsi endotel yang berupa peningkatan permeabilitas
dinding kapiler. LDL juga menyebabkan peningkatan retensi partikel LDL pada
dinding kapiler glomerulus. Dampaknya adalah protein plasma atau albumin keluar
dari kapiler ke rongga Bowman. Terapi ekstrak benalu mangga dapat memberikan
perbaikan kerusakan endotel kapiler glomerulus menyebab-kannya normal kembali,
dan kadar albumin berangsur-angsur menjadi normal. Berdasarkan literatur
Lamenapa (2005), menyatakan bahwa flavonoid bermanfaat untuk menghambat
ekspresi Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1),
yang merupakan zat kemoatraktan.
Pendarahan pada
glomerulus diakibatkan karena kerusakan pada sel endotel kapiler. Kerusakan
seluler menyebabkan pelepasan berbagai mediator berupa histamin, prostaglandin,
dan leukotrien yang dihasilkan dari plasma, darah, dan dari metabolit sekunder
sel. Respon mediator meliputi vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah dan
permeabilitas kapiler sehingga darah beserta partikelnya keluar dari kapiler.
Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan perubahan patologis paling awal yaitu
vasodilatasi endotel kapiler yang kemudian berkembang menjadi pendarahan. Neutrofil
menghambat adanya infeksi dengan melepaskan prostaglandin. Adanya prostaglandin
menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular yang
menyebabkan deposisi lemak pada endotel dan masuk melalui celah endotel kedalam
tunika adventisia.
Edema tubulus
ginjal terjadi akibat timbunan cairan di daerah tubulus dan sekitar peritubulus
karena permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Peningkatan permeabilitas
tersebut menyebabkan albumin keluar melalui pori-pori kapiler glomerulus.
Keluarnya albumin histopatologi ginjal hiper-kolesterolmia, mengakibatkan
penurunan kadar albumin di dalam plasma, sehingga tekanan osmotik pada koloid
plasma menurun. Hal ini menyebabkan edema tubulus ginjal yang ditentukan oleh
kadar protein plasma, termasuk albumin.
Pendapat Ressang
(1984) menjelaskan bahwa perubahan patologi yang dapat terjadi pada ginjal antara
lain nephrosis (nefrosa) yaitu peradangan pada ginjal yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran zat. Pada ginjal dapat terjadi kematian sel, baik dalam bentuk
apoptosis maupun nekrosa. Nekrosa merupakan kematian sel dan jaringan yang
terjadi pada hewan yang hidup. Jaringan nekrotik tampak secara makro seperti
noktah atau bercak yang pucat secara mikroskopik dalam pewarnaan HE, massa sel yang
mengalami koagulasi pada jaringan yang mati akan berwarna lebih eosinofilik dibandingkan
sel-sel yang normal.
Glomerulus merupakan
kapiler komplek yang mempunyai fungsi utama dalam filtrasi. Apabila terjadi kerusakan
pada glomerulus maka daya filtrasi akan terganggu. Kerusakan glomerulus yang parah
dapat mengganggu sistem vascular peritubular dan berpotensi untuk mengalirkan
zat racun ke tubuli. Sebaliknya, kerusakan yang parah pada tubuli akibat
peningkatan tekanan intra glomerulus dapat menyebabkan atropi glomerulus (Riesanti,
2010).
Hilangnya protein
menyebabkan penurunan tekanan asmotik yang menyebabkan edema generalisata
akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan
ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang
mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami
peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi
sintesis LDL dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah
(hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein,
dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Secara mikroskopis kelainan ginjal yaitu dengan
bercak-bercak putih pada bagian kortek, bercak putih ini terjadi karena akumulasi
dari leukosit sebagian dari eksudat radang, ginjal yang membesar dan pucat,
merupakan ginjal yang menderita degenerasi parenkimatosa atau degenerasi lemak.
Pembesaran disebabkan oleh pembengkakan dari tubuli. Kepucatan disebabkan karena
adanya perlemakkan, cloudy swelling atau bionephrosis dan juga karena
pembuluh darah yang kekurangan isi darah akibat tekanan pembengkakan.
Konsistensi dari ginjal pada kasus ini biasanya akan menurun, ginjal yang mengecil,
putih, tidak rata. Pengecilan dan warna putih disebabkan karena banyaknya jaringan
ikat. Karena sifat refraktif dari jaringan ikat, maka permukaan ginjal menjadi berbenjol-benjol
tidak rata. Ginjal dapat mengalami kerusakan dalam menjalankan fungsinya (Ressang,
1984).
E.
MEKANISME
PERBAIKAN HISTOPATOLOGI GINJAL DENGAN TERAPI EKSTRAK BENALU MANGGA
Gambar 6: (a) histopatologi
glomerulus abnormal, (b) histopatologi glomerulus normal
Sumber: Sulistyowati, (463 : 2013)
Gambar (a) menunjukkan glomerulus ginjal tikus
abnormal, ditandai dengan glomerulus yang keseluruhannya tidak tertutup oleh
kapsula bowman karena ada bagian dari glomerulus yang tidak tertutup seperti
ditunjukkan pada tanda panah. Dan sebaliknya glomerulus normal dapat dilihat
pada gambar (b) yang mana keseluruhan glomerulus tertutup oleh kapsula bowman. Hal
itu sesuai dengan pernyataan Sulistyowati (2013), bahwa glomerulus dalam keadaan
normal secara keseluruhan tertutup oleh kapsula bowman yang berbentuk mangkok dan
dilapisi oleh endotelium berlubang berpori-pori yang terletak pada membrana
basalis dan dibagian luar membrana basalis adalah sel epitel viseral (podosit).
Melalui uji coba terhadap tikus (Rattus
norvegian) yang dikondisikan hiperkolesterolmia, setelah mendapat
perlakukan terapi ekstrak benalu mangga dengan dosis 400 mg/kg berat badan,
perbaikan yang terjadi dalam histopatologi ginjal meliputi mampu mengurangi
infiltrasi, sel inflamasi, dan mengurangi edema. Sedangkan dengan dosis lebih
tinggi 800 mg/kg berat badan, mengalami perrubahan lebih baik, yaitu tidak ada
sel inflamasi, tidak ada edema, dan mengurangi pendarahan, (Pramudanti, 2012).
Pemberian antioksidan
pada lesi ateroklerotik akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stress
oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel. Oksidasi LDL yang
terjadi karena stres oksidatif tergantung dari kandungan antioksidan sebelum terbentuk
sejumlah hidroperoksida lipid. Bila senyawa antioksidan lipofilik yang terkandung
dalam LDL cukup banyak, maka LDL akan terlindungi dari proses oksidasi. Oleh
karena itu semakin besar dosis ciplukan yang diberikan maka akan menghambat
oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stress oksidatif sehingga mengurangi timbulnya
disfungsi endotel, (Sulistyowati, 2013).
Berkurangnya pendarahan karena flavonoid
berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi
pembuluh darah kapiler. Flavonoid bekerja pada endotelium mikrovaskuler untuk
mengurangi terjadinya hiper permeabilitas pembuluh darah, sehingga darah tidak
keluar dari kapiler. Selain sebagai antioksidan, benalu mangga juga sebagai
antiinflamasi. Antiinflamasi berarti menurunkan reaksi inflamasi dengan cara
menekan produksi prostaglandin sebagai mediator inflamasi, sehingga menurunkan
infiltrasi sel mononuklear di lokasi cedera endotel glomerulus. Menurut Riyanto
(2011), saponin dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase dan lipooksigenase pada reaksi inflamasi sehingga produksi
prostaglandin dan leukotrien berkurang. Prostaglandin yang berkurang menandakan
berkurangnya vasodilatasi pembuluh darah sehingga migrasi sel radang ke area
radang menurun.
Edema tubulus ginjal dapat berkurang karena
benalu mangga menghasilkan efek antioksidan kuat yang dapat mencegah retensi
cairan dengan menurunkan permeabilitas kapiler. Karena permeabilitas kapiler
yang kembali normal, cairan tidak akan kembali ke kapiler dan tidak terjadi
edema dalam tubulus. Albumin pun tetap berada dalam plasma dimana keberadaan
albumin mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma sebanyak 80%, (Mann, 2008).
Terapi ekstrak air benalu mangga dapat meningkatkan
sekresi asam empedu yang akan meningkatkan metabolisme lemak, akibatnya kelebihan
lemak akan dikeluarkan melalui usus besar dalam bentuk feses. Lemak yang dibuang
akan menurunkan kadar kolesterol dalam darah, pembentukan LDL juga tidak akan
berlebih. Kerja antioksidan dalam ekstrak air benalu mangga berfungsi untuk mengurangi
aktivitas dari LDL oksidasi yang terjadi akibat penimbunan kolesterol dalam darah.
Antioksidan dalam ekstrak air benalu mangga juga dapat meningkatkan HDL dalam darah,
(Riesanti, 2010).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan isi
makalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
1.
Hiperkolesterolmia
merupakan penyakit dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah yang berdampak
pada penurunan kadar albumin, oksidasi LDL, pendarahan, edema, dan
histopatologi glomerulus (sindrom nefrotik).
2.
Sindrom nefrotik yaitu keluarnya protein terdiri atas
campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam
tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya
diekskresikan dalam urin.
3.
Hiperkolesterolmia
terhadap ginjal menyebabkan kerusakan di bagian endotel kapiler glomerulus
dengan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga albumin
dapat keluar membran glomerulus dan kadar albumin dalam darah menurun (hipoalbuminemia).
4.
Pemberian
antioksidan pada lesi ateroklerotik akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan
mencegah stress oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel.
5.
Kelainan
ginjal ditandai dengan adanya bercak putih pada bagian korteks karena akumulasi
dari leukosit sebagian dari eksudat radang, ginjal membesar, pucat, dan degenerasi
lemak. Pembesaran disebabkan oleh pembengkakan dari tubuli. Kepucatan disebabkan
karena adanya perlemakkan, bionephrosis dan juga karena pembuluh darah yang
kekurangan isi darah akibat tekanan pembengkakan.
6.
Flavonoid bekerja
pada endotelium mikrovaskuler untuk mengurangi terjadinya hiper permeabilitas
pembuluh darah, sehingga darah tidak keluar dari kapiler.
7.
Edema
tubulus ginjal dapat berkurang karena benalu mangga menghasilkan efek
antioksidan kuat yang dapat mencegah retensi cairan dengan menurunkan
permeabilitas kapiler.
8.
Saponin
dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan
lipooksigenase pada reaksi inflamasi sehingga produksi prostaglandin dan
leukotrien berkurang, menyebabkan peradangan semakin sedikit.
B.
SARAN
Makalah ini memuat
sebuah kelainan ginjal yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat.
Ekstrak benalu mangga dapat direkomendasikan sebagai obat alternatif untuk
meningkatkan fisiologis ginjal. Perlu pengolahan yang lebih baik serta dukungan
agar pemanfaatan benalu mangga menjadi lebih optimal dan benar-benar dijadikan
sumber alami pengobatan. Tak hanya benalu mangga, Indonesia memiliki kekayakan
flora yang melimpah dan perlu dimanfaatkan dengan maksimal, salah satunya untuk
dijadikan obat yang dapat memperbaiki fisiologi organ tubuh yang mengalami
degenerasi. Penyajian dalam makalah ini tentunya tidak sempurna. Untuk itu
diperlukan kritik dan saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Lamenapa, M. 2005. Perbandingan Profil Lipid
& Perkembangan Lesi Aterosklerosis pada Tikus Wistar yang Diberi Diet
Perasan Pare dengan Diet Perasan Pare dan Statin. Semarang: Program
Pascasarjana Ilmu Biomedik Universitas Diponegoro.
Husein, A. Latas. 2002. Buku
Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Mann, J. 2008. Chronic Kidney Disease and
the Cardiovascular System. Jerman: Internist Berl.
Pramudanti, D. R., Padaga, M. C., dan Winarso,
Djoko. 2012. Pengaruh Terapi Ekstrak
Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra) Terhadap Kadar Albumin dan Histopatologi
Ginjal Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolmia. Malang: Universitas Brawijaya.
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus
Veteriner. Denpasar: Team Leader IFAD Project.
Riesanti, D. G, dkk. 2010. Kadar HDL, Kadar
LDL dan Gambaran Histopatologi Aorta Pada Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus)
Hiperkolesterolemia Dengan Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga (Dendrophthoe
pentandra). Malang: Universitas
Brawijaya.
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyowati, Yeny, dkk. 2013. Pengaruh
Pemberian Ekstrak Air Herba Ciplukan (Physalis angulata l.) Terhadap Histologi
Ginjal Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Hiperglikemia. Yogyakarta: Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta Jurusan
Gizi Poltekes Kemenkes RI.
Anonim. 2012. Hiperkolesterolmia dan MCP-1.
www.wikipedia.com/Monocyte-Chemotactic-Protein-1/ (Diakses pada 13 Maret 2014).
Anonim. 2011. Berapakah Kadar Albumin Normal
dalam Urin. www.amazine.com/17498/berapakah-kadar-normal-albumin-dalam-urin/
(Diakses pada 13 Maret 2014).
Sugir. 2012. Askep Sindrom Nefrotik. http://abanksugir.com/2012/Makalah-askep-sindrom-nefrotik/
(Diakses pada 13 Maret 2014).