Selasa, 15 Maret 2016

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

 PENGARUH EKSTRAK BENALU MANGGA (Dendrophthoe pentandra) TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN HISTOPATOLOGI GINJAL HEWAN HIPERKOLESTEROLMIA


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Fisiologi Hewan
Dosen: Yuyun Maryuningsih, S.Si, M.Pd






Disusun oleh:
Nama    :    Diah Nurul Utami
NIM      :    14111610011
Kelas     :    T. IPA-Biologi C/VI




KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang telah diberikan baik nikmat Islam, Ihsan, maupun Iman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak tertinggal pula semoga shalawat serta salam selalu tercerahkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita semua selaku umatnya yang berharap mendapatkan syafaat dari beliau diyaumul kiamah nanti.
            Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas yang harus dipenuhi untuk mata kuliah Fisiologi Hewan, dan kami mengambil bahasan yang disajikan dalam makalah ini adalah tentang “Pengaruh Ekstrak Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra) Terhadap Kadar Albumin dan Histopatologi Ginjal Hewan Hiperkolesterolmia”.
            Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dosen maupun rekan-rekan. Saya berharap makalah ini dapat memenuhi tugas mandiri kami, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bisa mengembangkan pengetahuan kita tentang Fisiologi Hewan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.





Cirebon, 17 Maret 2014



Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................      i
Daftar Isi..........................................................................................................      ii

BAB I PENDAHULUAN
a.         Latar Belakang...........................................................................................      1
b.        Rumusan Masalah......................................................................................      2
c.         Tujuan........................................................................................................      2

BAB II PEMBAHASAN
a.         Sindrom Nefrotik.......................................................................................      3
b.        Hiperkolesterolmia.....................................................................................      5
c.         Kadar Albumin dalam Plasma Darah........................................................      6
d.        Histopatologi Ginjal...................................................................................      8
e.         Mekanisme Perbaikan Histopatologi Ginjal Dengan Terapi Ekstrak
Benalu Mangga..........................................................................................      11

BAB III PENUTUP
a.         Kesimpulan................................................................................................      13
b.        Saran..........................................................................................................      14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................      15


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kerusakan jaringan tubuh menyebabkan menurunnya fungsi fisiologis jaringan tersebut sehingga menimbulkan gangguan kesehatan. Tak hanya manusia, hewan pun dapat mengalami gangguan kesehatan akibat kerusakan jaringan tubuh tersebut. Ginjal misalnya, dapat mengalami sindrom nefrotik akibat hiperkole-sterolmia. Penyakit hiperkolesterolmia dipengaruhi karena pola makan yang tidak sehat serta kurangnya beraktivitas. Selain mempengaruhi histopatologi ginjal, hiperkolesterol-mia dapat mempengaruhi kadar albumin yang terlarut dalam plasma darah.
Namun, semua penyakit memiliki penangkalnya masing-masing. Untuk hiperkolesterolmia, benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) adalah solusi untuk mencegah sekaligus mampu menyembuhkannya. Setelah diujikan pada hewan model tikus (Rattus norvegicus) yang dikondisikan hiperkolesterolmia disertai kadar LDL yang tinggi, benalu mangga terbukti ampuh untuk menurunkan LDL serta hiperkolesterolmia sekaligus memperbaiki jaringan ginjal yang rusak akibat penyakit tersebut, (Pramudanti, 2012).
Hasil penemuan tersebut kemudian diterapkan pada bidang kesehatan dengan objek lebih luas, yakni berbagai macam hewan mammalia dan manusia. Tak berbeda jauh dari objek tikus, pada hewan dan manusia terapi hiperkolesterolmia dengan menggunakan ekstrak benalu mangga menunjukkan peningkatan kadar albumin, menurunkan LDL, menurunkan kadar kolesterol, dan memperbaiki jaringan ginjal yang rusak terutama bagian glomerulus.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pemakalah tertarik untuk membahas tentang kandungan benalu mengga yang dapat meningkatkan fisiologi ginjal dan kadar albumin hewan yang telah terkena hiperkolesterolmia.

B.     RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain sebagai berikut.
1.      Apakah sindrom nefrotik?
2.      Bagaimana hiperkolesterolmia mempengaruhi fungsi glomerulus?
3.      Bagaimana histopatologi ginjal yang mengidap hiperkolesterolmia?
4.      Bagaimana kadar albumin darah yang terkena sindrom nefrotik?

C.    TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mengetahui sindrom nefrotik dan penyebabnya.
2.      Mengetahui pengaruh hiperkolesterolmia terhadap fungsi glomerulus.
3.      Mengetahui histopatologi ginjal pengidap hiperkolesterolmia.
4.      Mengetahui kadar albumin darah pengidap sindrom nefrotik.
5.      Mengetahui mekanisme perbaikan histopatologi ginjal oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam benalu mangga.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    SINDROM NEFROTIK
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein, 2002 : 383).
Text Box: Gambar 1: Gejala penyakit albuminuria

Sumber: http://abanksugir.blogspot.com
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/osmotic intra-vaskuler yang memungkinkan cairan me-nembus ke ruang intertisial, hal ini disebab-kan oleh karena hipoalbuminemia. Keluar-nya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Husein, 2002 : 384).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein, 2002: 383).
Text Box: Gambar 2: Penyebab sindrom nefrotik

Sumber: http://abanksugir.blogspot.com
Stimulasi renin-angio-tensin, aktivasi aldosteron dan ADH akan meng-aktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar koleste-rol, trigliserida, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipo-proteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipo-protein lipase plasma yang menyebab-kan arteriosclerosis. (Husein, 2002: 383)
Sindrom Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus proteinuri masif lebih dari 3,5 gr/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari (dalam praktek, cukup >         3,0-3,5 gr/24 jam) disertai hipoalbuminemia kurang dari 3,0 gr/ml. Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida, serta adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemia, (Wikipedia.com).
      Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk, (Lamenapa, 2005).



B.     HIPERKOLESTEROLMIA
Pola makan yang tidak seimbang dan asupan makanan yang tinggi kolesterol dapat menyebabkan hiperkolesterolmia, yaitu kondisi dimana kolesterol dalam darah melebihi batas normal. Produk makanan tersebut misalnya pada daging, kuning telur, dan jeroan.
Kolesterol dalam batas normal diperlukan untuk perkembangan sel-sel saraf (neuron) terutama pada balita dan anak-anak. Namun, jika kadarnya terlalu tinggi (biasa terjadi pada orang dewasa) dapat menyebabkan hiperkolesterolmia yang berkembang menjadi aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah terutama arteri. Penyempitan ini dapat terjadi terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata, (Lamenapa, 2005).
Khusus untuk organ ginjal, penyempitan pembuluh darah arteri yang terdapat pada ginjal menyebabkan kerusakan pada endotel glomerulus. Ginjal merupakan organ yang berfungsi menyaring darah sehingga dilewati darah dari jantung sebanyak 25%. Darah tersebut akan diterima oleh sekumpulan sel yang memiliki struktur dan fisiologi yang sama dalam ginjal, disebut nefron. Bagian nefron yang menerima darah untuk difiltrasi adalah glomerulus. Sehingga resiko hiperkolesterolmia terhadap ginjal adalah kerusakan di bagian endotel kapiler glomerulus. Akibatnya, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga albumin dapat keluar membran glomerulus dan kadar albumin dalam darah menurun atau disebut hipoalbuminemia, (Mann, 2008).
Kasus hiperkolesterolmia yang disertai hipoalbuminemia menyerang hewan terutama hewan peliharaan karnivora mencapai 30%, dengan 12%-nya mengidap hipoalbuminemia akut. Berbagai upaya dilakukan dalam pengobatannya, mulai dari sederhana hingga begitu kompleks menggunakan peralatan canggih. Salah satu pengobatan alternatif yaitu menggunakan bahan-bahan alami seperti benalu mangga (Dendrophthoe pentandra). Kandungan dalam benalu mangga yaitu flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, kuersetin, dan saponin. Keadaan hiperkolesterol menyebabkan penumpukan lemak berlebih yang akan meningkatkan kadar kolesterol. Lemak dan kolesterol yang berlebih, mengakibatkan cylomicron diubah ke dalam bentuk LDL oleh enzim lipopro-teinlipase. (Pramudinta, 2012).
Keadaan hiperkolesterolemia pada hewan terjadi jika kadar kolesterol total dalam darah melebihi normal. Tikus memiliki kadar kolesterol total normal dengan nilai 10-54mg/dl. Hiperkolesterolemia juga menyebabkan kadar HDL dalam darah menurun. Kadar kolesterol HDL plasma darah tikus yang normal yaitu ≥35 mg/dL Ambang batas normal LDL pada tikus adalah 7-27,2 mg/dl, (Riesanti, 2010).
Penyakit hipoalbuminemia selalu diiringi dengan albuminuria, atau keabnormalan urin karena mengandung protein. Dikenal pula sebagai penyakit ‘ginjal bocor’. Penyakit ginjal bocor ini paling sering ditemui pada anak-anak atau balita yang mengalami kelainan pada fungsi organ ginjal, namun pada orang dewasa pun seringkali terjadi. Gejala utama sindrom nefrotik atau ginjal bocor ini ada empat yaitu keluarnya protein melalui urin, kekurangan kadar albumin, tubuh bengkak (edema), dan meningkatnya kadar kolesterol. Teknologi kedokteran untuk mengatasi ginjal bocor yaitu dengan haemodialisis atau cuci darah.

C.    KADAR ALBUMIN DALAM PLASMA DARAH
Text Box: Gambar 3: Molekul albumin

Sumber: www.amazine.com/17498/
berapakah-kadar-normal-albumin-
dalam-urin/
Penurunan kadar albumin akibat hiperkolesterolmia dapat meningkatkan oksidasi LDL (Low Density Lipoprotein) dalam darah yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler glomerulus. Kerusakan endotel mengakibatkan permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga albumin dalam plasma darah yang difiltrasi akan keluar dari kapiler dan masuk ke dalam ekskresi urin, menyebabkan kadar albumin dalam darah menurun.
Dalam keadaan normal, endotel dapat memfiltrasi molekul kecil sedangkan molekul besar tidak terfiltrasi sehingga tetap berada di dalam darah. Pada manusia, albumin diproduksi oleh retikulum endoplasma di dalam hati dalam bentuk proalbumin, kemudian ditransformasi oleh badan Golgi untuk disekresi memenuhi sekitar 60% jumlah serum darah dengan konsentrasi antara 30 hingga 50 g/L dengan waktu paruh sekitar 20 hari. Albumin memiliki berat molekul sekitar 65 kD dan terdiri dari 584 asam amino tanpa karbohidrat. Gen untuk albumin terletak pada kromosom 4, dengan panjang sekitar 16.961 nukleotida dengan 15 ekson yang terbagi ke dalam 3 domain simetris, sehingga diperkirakan merupakan triplikasi dari domain primordial yang tunggal. Tiap domain terbagi lagi menjadi masing-masing 2 sub-domain, (Riesanti, 2010).
Fungsi dari albumin yaitu untuk memelihara tekanan onkotik. Tekanan onkotik yang ditimbulkan oleh albumin akan memelihara fungsi ginjal dan mengurangi edema pada saluran pencernaan, dan dimanfaatkan dengan metode hemodilusi untuk menangani penderita serangan stroke akut. Mendukung hormon tiroid dan hormon lain khususnya yang dapat larut dalam lemak. Mentransportasi asam lemak menuju hati dan obat-obatan dan memperpendek waktu paruh obat tersebut. Membawa bilirubin, mengikat ion Ca2+, dan sebagai larutan penyangga (wikipedia.com).
Sebagai protein radang fase akut negatif. Konsentrasi albumin akan menurun sebagai pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi, namun bukan berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan kekurangan nutrisi. Semakin turunnya kadar albumin darah (hipoalbuminemia) disebabkan oleh kehilangan sejumlah protein tubuh melalui urine (proteinuria) dan usus (protein loosing enteropathy), katabolisma albumin, pemasukan protein yang kurang kerana nafsu makan yang menurun dan utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal. Jika kompensasi hepar dalam mensintesa albumin tidak adekuat, akan terjadi hipoproteinemi.
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada sindrom nefrotik, hipoalbuminemia disebabkan oleh protenuria massif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Oleh itu, untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma, maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati. Akan tetapi tetap dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. Hipoalbu-minemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.

D.    HISTOPATOLOGI GINJAL HEWAN HIPERKOLESTEROLMIA
Gambaran ginjal hiperkolesterolmia dapat dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Perubahan yang terjadi pada organ ginjal yaitu infiltrasi sel glomerulus radang, pendarahan pada glomerulus ginjal, dan edema pada tubulus ginjal. Sedangkan ginjal normal terdiri dari dua komponen utama yang terlihat di bawah mikroskop, yaitu glomerulus dan tubulus ditandai dengan tidak ditemukannya sel-sel inflamasi, pendarahan, tidak adanya proliferasi sel maupun edema tubulus.
Gambar 4: Penampang histopatologi ginjal model tikus (Rattus norvegicus)
Keterangan: (a) Normal; (b) Hiperkolesterolmia: sel inflamasi, edema dan pendarahan; (c) Terapi ekstrak benalu mangga 400 mg/kg BB: edema, sel inflamasi hilang, pendarahan berkurang; (d) Terapi ekstrak benalu mangga dosis 800 mg/kg BB: edema dan sel inflamasi hilang, pendarahan berkurang;
(G) Glomerulus; (T) Tubulus; (à) Sel inflamasi; (à) Pendarahan; (à) Edema.

Sumber: Pramudinta, (2012)

Sel-sel glomerulus mengalami inflamasi terjadi karena reaksi inflamasi pada kapiler glomerulus ginjal yaitu Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1) sebagai mediator inflamasi untuk menarik monosit menuju ke bagian ginjal yang rusak. Hal ini menyebabkan sel darah putih terutama monosit dan limfosit sebagai agen pertahanan tubuh masuk ke dinding pembuluh darah, (Anonim, 2012).
Text Box: Gambar 5: Molekul MCP-1

Sumber: www.wikipedia.com/ Monocyte-Chemotactic-Protein-1/
Oksidasi LDL berbahaya bagi endotel glomerulus karena akan merangsang penge-luaran molekul adhesi dan zat kemoatraktan sehingga menyebabkan disfungsi endotel yang berupa peningkatan permeabilitas dinding kapiler. LDL juga menyebabkan peningkatan retensi partikel LDL pada dinding kapiler glomerulus. Dampaknya adalah protein plasma atau albumin keluar dari kapiler ke rongga Bowman. Terapi ekstrak benalu mangga dapat memberikan perbaikan kerusakan endotel kapiler glomerulus menyebab-kannya normal kembali, dan kadar albumin berangsur-angsur menjadi normal. Berdasarkan literatur Lamenapa (2005), menyatakan bahwa flavonoid bermanfaat untuk menghambat ekspresi Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1), yang merupakan zat kemoatraktan.
Pendarahan pada glomerulus diakibatkan karena kerusakan pada sel endotel kapiler. Kerusakan seluler menyebabkan pelepasan berbagai mediator berupa histamin, prostaglandin, dan leukotrien yang dihasilkan dari plasma, darah, dan dari metabolit sekunder sel. Respon mediator meliputi vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler sehingga darah beserta partikelnya keluar dari kapiler. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan perubahan patologis paling awal yaitu vasodilatasi endotel kapiler yang kemudian berkembang menjadi pendarahan. Neutrofil menghambat adanya infeksi dengan melepaskan prostaglandin. Adanya prostaglandin menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular yang menyebabkan deposisi lemak pada endotel dan masuk melalui celah endotel kedalam tunika adventisia.
Edema tubulus ginjal terjadi akibat timbunan cairan di daerah tubulus dan sekitar peritubulus karena permeabilitas kapiler glomerulus meningkat. Peningkatan permeabilitas tersebut menyebabkan albumin keluar melalui pori-pori kapiler glomerulus. Keluarnya albumin histopatologi ginjal hiper-kolesterolmia, mengakibatkan penurunan kadar albumin di dalam plasma, sehingga tekanan osmotik pada koloid plasma menurun. Hal ini menyebabkan edema tubulus ginjal yang ditentukan oleh kadar protein plasma, termasuk albumin.
Pendapat Ressang (1984) menjelaskan bahwa perubahan patologi yang dapat terjadi pada ginjal antara lain nephrosis (nefrosa) yaitu peradangan pada ginjal yang disebabkan oleh gangguan pertukaran zat. Pada ginjal dapat terjadi kematian sel, baik dalam bentuk apoptosis maupun nekrosa. Nekrosa merupakan kematian sel dan jaringan yang terjadi pada hewan yang hidup. Jaringan nekrotik tampak secara makro seperti noktah atau bercak yang pucat secara mikroskopik dalam pewarnaan HE, massa sel yang mengalami koagulasi pada jaringan yang mati akan berwarna lebih eosinofilik dibandingkan sel-sel yang normal.
Glomerulus merupakan kapiler komplek yang mempunyai fungsi utama dalam filtrasi. Apabila terjadi kerusakan pada glomerulus maka daya filtrasi akan terganggu. Kerusakan glomerulus yang parah dapat mengganggu sistem vascular peritubular dan berpotensi untuk mengalirkan zat racun ke tubuli. Sebaliknya, kerusakan yang parah pada tubuli akibat peningkatan tekanan intra glomerulus dapat menyebabkan atropi glomerulus (Riesanti, 2010).
Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan asmotik yang menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).
Secara mikroskopis kelainan ginjal yaitu dengan bercak-bercak putih pada bagian kortek, bercak putih ini terjadi karena akumulasi dari leukosit sebagian dari eksudat radang, ginjal yang membesar dan pucat, merupakan ginjal yang menderita degenerasi parenkimatosa atau degenerasi lemak. Pembesaran disebabkan oleh pembengkakan dari tubuli. Kepucatan disebabkan karena adanya perlemakkan, cloudy swelling atau bionephrosis dan juga karena pembuluh darah yang kekurangan isi darah akibat tekanan pembengkakan. Konsistensi dari ginjal pada kasus ini biasanya akan menurun, ginjal yang mengecil, putih, tidak rata. Pengecilan dan warna putih disebabkan karena banyaknya jaringan ikat. Karena sifat refraktif dari jaringan ikat, maka permukaan ginjal menjadi berbenjol-benjol tidak rata. Ginjal dapat mengalami kerusakan dalam menjalankan fungsinya (Ressang, 1984).

E.     MEKANISME PERBAIKAN HISTOPATOLOGI GINJAL DENGAN TERAPI EKSTRAK BENALU MANGGA
Gambar 6: (a) histopatologi glomerulus abnormal, (b) histopatologi glomerulus normal
Sumber: Sulistyowati, (463 : 2013)

Gambar (a) menunjukkan glomerulus ginjal tikus abnormal, ditandai dengan glomerulus yang keseluruhannya tidak tertutup oleh kapsula bowman karena ada bagian dari glomerulus yang tidak tertutup seperti ditunjukkan pada tanda panah. Dan sebaliknya glomerulus normal dapat dilihat pada gambar (b) yang mana keseluruhan glomerulus tertutup oleh kapsula bowman. Hal itu sesuai dengan pernyataan Sulistyowati (2013), bahwa glomerulus dalam keadaan normal secara keseluruhan tertutup oleh kapsula bowman yang berbentuk mangkok dan dilapisi oleh endotelium berlubang berpori-pori yang terletak pada membrana basalis dan dibagian luar membrana basalis adalah sel epitel viseral (podosit).
Melalui uji coba terhadap tikus (Rattus norvegian) yang dikondisikan hiperkolesterolmia, setelah mendapat perlakukan terapi ekstrak benalu mangga dengan dosis 400 mg/kg berat badan, perbaikan yang terjadi dalam histopatologi ginjal meliputi mampu mengurangi infiltrasi, sel inflamasi, dan mengurangi edema. Sedangkan dengan dosis lebih tinggi 800 mg/kg berat badan, mengalami perrubahan lebih baik, yaitu tidak ada sel inflamasi, tidak ada edema, dan mengurangi pendarahan, (Pramudanti, 2012).
Pemberian antioksidan pada lesi ateroklerotik akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stress oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel. Oksidasi LDL yang terjadi karena stres oksidatif tergantung dari kandungan antioksidan sebelum terbentuk sejumlah hidroperoksida lipid. Bila senyawa antioksidan lipofilik yang terkandung dalam LDL cukup banyak, maka LDL akan terlindungi dari proses oksidasi. Oleh karena itu semakin besar dosis ciplukan yang diberikan maka akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stress oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel, (Sulistyowati, 2013).
Berkurangnya pendarahan karena flavonoid berperan penting dalam menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi pembuluh darah kapiler. Flavonoid bekerja pada endotelium mikrovaskuler untuk mengurangi terjadinya hiper permeabilitas pembuluh darah, sehingga darah tidak keluar dari kapiler. Selain sebagai antioksidan, benalu mangga juga sebagai antiinflamasi. Antiinflamasi berarti menurunkan reaksi inflamasi dengan cara menekan produksi prostaglandin sebagai mediator inflamasi, sehingga menurunkan infiltrasi sel mononuklear di lokasi cedera endotel glomerulus. Menurut Riyanto (2011), saponin dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada reaksi inflamasi sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien berkurang. Prostaglandin yang berkurang menandakan berkurangnya vasodilatasi pembuluh darah sehingga migrasi sel radang ke area radang menurun.
Edema tubulus ginjal dapat berkurang karena benalu mangga menghasilkan efek antioksidan kuat yang dapat mencegah retensi cairan dengan menurunkan permeabilitas kapiler. Karena permeabilitas kapiler yang kembali normal, cairan tidak akan kembali ke kapiler dan tidak terjadi edema dalam tubulus. Albumin pun tetap berada dalam plasma dimana keberadaan albumin mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma sebanyak 80%, (Mann, 2008).
Terapi ekstrak air benalu mangga dapat meningkatkan sekresi asam empedu yang akan meningkatkan metabolisme lemak, akibatnya kelebihan lemak akan dikeluarkan melalui usus besar dalam bentuk feses. Lemak yang dibuang akan menurunkan kadar kolesterol dalam darah, pembentukan LDL juga tidak akan berlebih. Kerja antioksidan dalam ekstrak air benalu mangga berfungsi untuk mengurangi aktivitas dari LDL oksidasi yang terjadi akibat penimbunan kolesterol dalam darah. Antioksidan dalam ekstrak air benalu mangga juga dapat meningkatkan HDL dalam darah, (Riesanti, 2010).




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Berdasarkan isi makalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1.      Hiperkolesterolmia merupakan penyakit dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah yang berdampak pada penurunan kadar albumin, oksidasi LDL, pendarahan, edema, dan histopatologi glomerulus (sindrom nefrotik).
2.      Sindrom nefrotik yaitu keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin.
3.      Hiperkolesterolmia terhadap ginjal menyebabkan kerusakan di bagian endotel kapiler glomerulus dengan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus sehingga albumin dapat keluar membran glomerulus dan kadar albumin dalam darah menurun (hipoalbuminemia).
4.      Pemberian antioksidan pada lesi ateroklerotik akan menghambat oksidasi kolesterol LDL dan mencegah stress oksidatif sehingga mengurangi timbulnya disfungsi endotel.
5.      Kelainan ginjal ditandai dengan adanya bercak putih pada bagian korteks karena akumulasi dari leukosit sebagian dari eksudat radang, ginjal membesar, pucat, dan degenerasi lemak. Pembesaran disebabkan oleh pembengkakan dari tubuli. Kepucatan disebabkan karena adanya perlemakkan, bionephrosis dan juga karena pembuluh darah yang kekurangan isi darah akibat tekanan pembengkakan.
6.      Flavonoid bekerja pada endotelium mikrovaskuler untuk mengurangi terjadinya hiper permeabilitas pembuluh darah, sehingga darah tidak keluar dari kapiler.
7.      Edema tubulus ginjal dapat berkurang karena benalu mangga menghasilkan efek antioksidan kuat yang dapat mencegah retensi cairan dengan menurunkan permeabilitas kapiler.
8.      Saponin dan flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase pada reaksi inflamasi sehingga produksi prostaglandin dan leukotrien berkurang, menyebabkan peradangan semakin sedikit.

B.     SARAN
Makalah ini memuat sebuah kelainan ginjal yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Ekstrak benalu mangga dapat direkomendasikan sebagai obat alternatif untuk meningkatkan fisiologis ginjal. Perlu pengolahan yang lebih baik serta dukungan agar pemanfaatan benalu mangga menjadi lebih optimal dan benar-benar dijadikan sumber alami pengobatan. Tak hanya benalu mangga, Indonesia memiliki kekayakan flora yang melimpah dan perlu dimanfaatkan dengan maksimal, salah satunya untuk dijadikan obat yang dapat memperbaiki fisiologi organ tubuh yang mengalami degenerasi. Penyajian dalam makalah ini tentunya tidak sempurna. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun.



DAFTAR PUSTAKA

Lamenapa, M. 2005. Perbandingan Profil Lipid & Perkembangan Lesi Aterosklerosis pada Tikus Wistar yang Diberi Diet Perasan Pare dengan Diet Perasan Pare dan Statin. Semarang: Program Pascasarjana Ilmu Biomedik Universitas Diponegoro.
Husein, A. Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Mann, J. 2008. Chronic Kidney Disease and the Cardiovascular System. Jerman: Internist Berl.
Pramudanti, D. R., Padaga, M. C., dan Winarso, Djoko. 2012. Pengaruh Terapi Ekstrak Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra) Terhadap Kadar Albumin dan Histopatologi Ginjal Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolmia. Malang: Universitas Brawijaya.
Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Denpasar: Team Leader IFAD Project.
Riesanti, D. G, dkk. 2010. Kadar HDL, Kadar LDL dan Gambaran Histopatologi Aorta Pada Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia Dengan Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra). Malang: Universitas Brawijaya.
Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sulistyowati, Yeny, dkk. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Herba Ciplukan (Physalis angulata l.) Terhadap Histologi Ginjal Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Hiperglikemia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta Jurusan Gizi Poltekes Kemenkes RI.
Anonim. 2012. Hiperkolesterolmia dan MCP-1. www.wikipedia.com/Monocyte-Chemotactic-Protein-1/ (Diakses pada 13 Maret 2014).
Anonim. 2011. Berapakah Kadar Albumin Normal dalam Urin. www.amazine.com/17498/berapakah-kadar-normal-albumin-dalam-urin/ (Diakses pada 13 Maret 2014).
Sugir. 2012. Askep Sindrom Nefrotik. http://abanksugir.com/2012/Makalah-askep-sindrom-nefrotik/ (Diakses pada 13 Maret 2014).