Jumat, 14 November 2014

ARTIKEL: INVESTASI CINTA


Mendengar kata cinta, mungkin sebagian remaja mengartikannya sebagai rasa yang berimbas ingin saling memiliki antar insan beda jenis. Tak perlu begitu memikirkan cinta yang demikian artinya. Setiap menusia memikili perpustakaan cintanya masing-masing sebagai bekal hidup dari Allah terhadap setiap hambanya. Di hamparan bumi yang luas ini, cinta tersebar dimana-mana. Ajaran cinta Rasulullah untuk umatnya membuat umat muslim adalah kesatuan cinta yang besar namun tidak terkoordinasi. Cinta sesama muslim adalah perpustakaan cinta terbesar bagi pemeluk agama Islam. Andaikan umat muslim mengerti akan kuatnya kekuatan cinta dalam agamanya, dunia yang mayoritas Islam ini mungkin akan lebih damai.
Perpustakaan cinta paling berharga bagi manusia adalah keluarga. Di sanalah seorang individu dapat menuangkan segala perasaan cinta. Dengan cinta dari keluarga, manusia dapat hidup bahagian hingga saatnya ia memiliki keluarga baru. Berawal dari keluarga, seornag individu dididik dan berkembang tubuh serta pikirannya. Keluarga yang baik yaitu yang mengerti akan pendidikan, dan bagaimana mengaplikasikannya kepada setiap anggota keluarga dengan perlakuan berbeda pada tiap usia. Keluarga merupakan sebuah benteng untuk menahan segala sikap berbuat tercela. Namun, banyak keluarga yang tak mengerti bahwa sikap dan sifat yang ia tampakkan kepada anggota keluarga lainnya terutama anak, dapat berakibat menurunnya kejeniusan anak tersebut. Seorang bayi atau balita merupakan calon para jenius. Milyaran saraf siap diisi dengan berbagai memori yang tak terhingga batasnya. Seorang bayi yang tumbuh dari keluarga yang pandai biasanya akan tumbuh sebagai anak yang lebih pandai daripada anak yang tumbuh dari keluarga tak berpendidikan. Hal ini karena memori yang diterima oleh anak sewaktu bayi adalah berupa perkataan-perkataan ilmu dan sedikit ucapan yang sia-sia. Segala suara yang didengar oleh seorang bayi terutama ketika ia tidur, akan diingatnya dan akan mulai diaplikasikannya ketika menginjak masa anak-anak. Seorang bayi yang oleh orangtuanya disuplai pembicaraan positif ketika ia tidur, seperti bacaan Al-Qur’an, atau bahasa asing, setelah ia terbangun bayi tersebut akan dengan mudahnya menyerap ilmu yang diajari dari apa yang ia dengar. Meskipun ia diajari 10 bahasa, ia pun akan mudah menangkapnya.
Cinta yang dibekali Tuhan terhadap hambanya adalah sebuah rasa peduli, kasih sayang, dan kemanusiaan, serta ketahauhidan. Rasa peduli bersumber dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama, serta sesama manusia. Peduli membuat manusia akan berpikir untuk membangun kemajuan dan mencapai targetnya. Peduli juga membuat orang seoptimal mungkin memanfaatkan waktunya di dunia, ia melakukan hal-hal positif dan menghindari pekerjaan yang sia-sia. Peduli pada sesama akan berimbas pada perkembangan kepribadian yang positif dan peka lingkungan. Selain rasa peduli ini, cinta akan menumbuhkan rasa kemaunusiaan dan solidaritas sosial. Kemanusiaan terbangun karena seseorang yang peduli terhadap sesamanya, dengan berpikir rasional dan berpegang pada hukum. Kerusakan nilai kemanusiaan di zaman sekarang ini merupakan hasil dari ketidakpedulian terhadap sesama. Orang kaya yang tidak peduli untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada orang fakir atau miskin berakibat orang yang terdesak kebutuhan hidup akan berbuat kriminal dan mungkin hilang akal sehingga perbuatan irrasional pun dapat dilakukannya, seperti membunuh anak kandung, meminta bantuan makhluk sakral, ataupun bunuh diri. Rasa kemanusiaan yang peka akan menimbulkan kasih sayang dan ikatan solidaritas yang tinggi. Rasa aman, damai, dan tentram pun akan tercipta dan pola hidup serta pola pikir masyarakat pun akan lebih baik. Cinta yang tertinggi ialah bentuk cinta terhadap Allah SWT. Sebagaimana mencintai seorang hamba, apabila mendengar nama orang yang kita cintai, kita tentunya akan tertarik perhatian. Begitupun ketika mendengar nama Allah disebut. Orang yang benar-benar mencintai Allah, apabila nama-Nya disebut, bergetarlah hatinya. Tingkatan cinta yang seperti ini sangat sulit dicapai dan perlu usaha yang luar biasa untuk meraihnya.
Hamparan ras manusia yang sekian banyaknya merupakan lahan kita untuk menanam benih-benih cinta. Benih yang baik tentunya menghasilkan tanaman yang baik pula. Sepertihalnya menanam padi, kita perlu benih yang baik, tanah yang subur, serta perawatan yang intensif. Untuk mendapatkan benih yang baik, kita memerlukan ketrampilan dan kepribadian yang ideal atau mudah diterima masyarakat. Ketrampilan dan kreativitas akan menyuburkan kehidupan pemiliknya. Tanamlah ketrampilan dan kreativitas kita dengan cara membaginya dengan penuh cinta kepada orang lain, atau buatlah ladang usaha yang akan mensejahterakan orang lain. Berusahalah hidup dengan bergelimangan kemakmuran batin maupun raga, serta dengan niat berbagi kemakmuran dengan orang lain. Orang yang benar-benar sukses ialah orang yang berhasil mensejahterahkan diri dan keluarga serta mampu mensukseskan orang banyak. Sehingga akan berkurang penderitaan orang miskin di bumi ini.
Kedua, tanah yang subur. Tanah yang subur berarti masyarakat yang dinamis dan mau memikirkan kemajuan bangsanya. Masyarakat yang sangat memerlukan perubahan adalah masyarakat pedesaan dengan taraf hidup rendah atau ekonomi ke bawah. Tingkat pendidikan yang rendah, serta ekonomi yang rendah pula membuat sulitnya menciptakan paradigma baru dalam masyarakatnya. Belum lagi sikap mereka yang hanya memperdulikan kesejahteraan diri dan keluarga, dan tak memikirkan bagaimana berpartisipasi membangun negeri.
Dalam kondisi masyarakat yang seperti ini, paradigma baru perlu diciptakan. Langkah awal untuk menyuburkan tanah adalah menyiraminya, yaitu dengan cara memberi kuliah motivasi kepada mereka. Buatlah suatu lapangan kerja di lingkungan mereka dan buatlah harapan hidup mereka lebih baik. Kemudian pupuk mereka dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang mereka kerjakan. Selain itu perkuatlah tali silaturahmi dengan mereka, ajaklah mereka untuk mau bergabung dalam majelis masjid untuk memperoleh siraman rohani. Selanjutnya ialah memunculkan orang-orang intelek atau para ulama yang mampu bertanggungjawab dalam mempertahankan silaturahmi antarsesama dengan mempertahankan anggota majelis sebagai sarana menimba ilmu dan memperoleh siraman rohani, serta mampu membudayakan bekerja keras dan disiplin mencari ilmu.


--Kemajuan seseorang dinilai dari produk yang dihasilkannya—

Tidak ada komentar:

Posting Komentar